Blogroll

Rabu, 09 Oktober 2019

Aliran Pendidikan


ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN


MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pengantar Pendidikan
Yang dibina oleh ibu Dra. Djum Djum Noor Benty, M.Pd






Oleh :
Kelompok VI
SALSABILLA TAFTANIA                    170131601005
MEIRON YIKWA                                170131601108
DEWI RAHAYU                                  170131601017
AFRA IRRENE FREDYSKI                170131601030
BERIEL ALTIS BASUKI                     170131601073













UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
September 2017




DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................  2
BAB I  PENDAHULUAN
A.   Latar belakang................................................................................  3
B.   Rumusan Masalah..........................................................................  4
C.   Tujuan.............................................................................................   4
BAB II PEMBAHASAN
A.   Aliran Pendidikan Klasik..............................................................   5
B.   Aliran Pendidikan Modern............................................................   9
C.   Gerakan Baru Pendidikan............................................................   14
D.   Aliran Pokok Pendidikan di Indonesia........................................   15
BAB III PENUTUP
A.   Kesimpulan.....................................................................................  18
DAFTAR RUJUKAN.................................................................................... 19







BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Berbagai pemikiran pendidikan yang muncul di dalam masyarakat bersamaan dengan dinamika perkembangannya dan membawa perubahan  yang selanjutnya dikenal dengan aliran-aliran pendidikan. Aliran-aliran pendidikan tersebut, muncul sejak manusia hidup dalam satu kelompok yang dihadapkan dengan problem regenerasi bagi keturunannya.
Secara historis bahwa aliran-aliran pendidikan ataupun berbagai pemikiran tentang pendidikan dapat ditemukan dalam berbagai literatur. Konon aliran pendidikan yang sempat tercatat dalam sejarah pendidikan telah dimulai sejak zaman Yunani kuno hingga sekarang. Setiap aliran pendidikan dapat dimaknai sebagai upaya untuk memperbaiki martabat manusia tentu saja dalam setiap aliran pendidikan memiliki muatan agar pada setiap keturunan sebagai wujud generasi berikutnya mendapatkan pemaknaan pendidikan yang lebih baik daripada pendidikan yang dirasakan oleh para orang tua mereka sebelumnya.
Pemahaman terhadap berbagai aliran pendidikan memiliki arti yang sangat penting, ketika seorang pendidik ataupun calon pendidik hendak menangkap hakikat dari setiap dinamika perkembangan pemikiran tentang pendidikan yang tengah terjadi. Bagaimanapun juga aliran-aliran pendidikan pada dasarnya merupakan gagasan dari para pemikir yang cukup berpengaruh secara luas pada jamannya, sehingga tidak dapat diabaikan.
Pemahaman terhadap pemikiran-pemikiran yang demikian dianggap penting, dalam pendidikan karena akan menjadi bekal bagi tenaga pendidik, sehingga memiliki wawasan historis yang lebih luas, lagi pula juga dapat menambah ketajaman analisisnya dalam mengaitkan antara keberadaan masa lampau dengan tuntutan dan kebutuhan masa kini dalam rangka mengantisipasi masa yang akan datang. Selanjutnya atas dasar pijakan tersebut, sekaligus dapat dijadikan penangkal terhadap kemungkinan kekeliruan terhadap praktek pendidikan. Disadari bahwa keterlambatan dalam menangani kekeliruan sekecil apapun di dalam praktek pendidikan akan berdampak sangat luas dan dalam tempo yang relatif panjang bagi perkembangan peradaban generasi manusia selanjutnya.
Pada setiap aliran pendidikan memiliki pandangan yang berbeda dalam memandang perkembangan manusia. Hal ini berdasarkan atas faktor-faktor dominan yang dijadikan sebagai dasar pijakan bagi perkembangan manusia.

B.   Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan aliran-aliran klasik pendidikan?
2.    Apa saja aliran-aliran modern pendidikan?
3.    Bagaimana gerakan baru pendidikan?
4.    Apa aliran-aliran pokok pendidikan di Indonesia?

C.   Tujuan
1.    Mengidentifikasi aliran-aliran klasik pendidikan.
2.    Mendeskripsikan aliran-aliran modern pendidikan
3.    Mengidentifikasi  gerakan baru pendidikan
4.    Mengidentifikasi aliran-aliran pokok pendidikan di Indonesia



BAB II
PEMBAHASAN
A.     Aliran pendidikan klasik
1.      Aliran Empirisme
Kata empirisme berasal dari bahasa latin empericus yang memiliki arti pengalaman. Kemudian, John Locke seorang filsuf dari berpandangan bahwa empirisme, adalah aliran atau paham yang berpendapat bahwa segala kecakapan dan pengetahuan manusia itu timbul dari pengalaman (empiri) yang masuk melalui indra. Selain itu, dalam bukunya yang berjudul Essay Concerning Human Understanding, ia mengatakan bahwa tak ada sesuatu dalam jiwa, yang sebelumnya tak ada dalam indera. Dengan kata lain: Tak ada sesuatu dalam jiwa, tanpa melalui indra. Pendapat ini sebetulnya telah jauh dikemukakan oleh Plato yang menyatakan bahwa ada dua cara untuk mengajarkan atau mengenalkan pengetahuan. Pertama adalah pengenalan indrawi (empiris) dan yang kedua adalah pengenalan melalui akal (rasional).
Selain pendapatnya di atas, John Locke sebagai tokoh utama dari aliran ini, mengatakan bahwa anak yang lahir ke dunia dapat diumpamakan seperti kertas putih yang kosong dan yang belum ditulisi, atau lebih dikenal dengan istilah teori tabulara (a sheet of white paper avoid of all characters). Menurut aliran ini anak-anak yang lahir ke dunia tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa seperti kertas putih yang polos. Oleh karena itu anak-anak dapat dibentuk sesuai dengan keinginan orang dewasa yang memberikan warna pendidikannya.
Aliran empirisme merupakan aliran yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia. Aliran ini mengatakan bahwa perkembangan anak tergantung pada lingkungan, sedangkan pembawaan anak yang dibawa semenjak lahir tidak dianggap penting. Selain itu, Aliran ini juga berpandangan bahwa perkembangan seseorang tergantung seratus persen kepada pengaruh lingkungan atau kepada pengalaman-pengalaman yang diperoleh dalam kehidupannya.
Jadi, aliran ini beranggapan bahwa pengetahuan bersumber utama dari pengalaman yang masuk melalui indera dan pengaruh eksternal dalam kehidupan, baik dalam keluarga, sekolah, maupun lingkungan masyarakat, sedangkan pembawaan lahir tidaklah dianggap penting sebagai faktor penentu pengetahuan. Segala sesuatu yang tidak masuk atau dirasakan melalui indera, boleh jadi mereka katakan tidak benar-benar ada. Oleh karena itu, aliran ini juga sering dikatakan menolak keberadaan Tuhan dan benda-benda yang bersifat metafisika. Aliran ini juga melahirkan sekularisasi dalam pendidikan.
Dalam kehidupan kehidupan sehari-hari, banyak sekali contoh yang berkaitan dengan empirisme. Salah satu contoh nya seperti bagaimana kita mengetahui bahwa api itu panas? Seorang empirisme akan berpandangan bahwa api itu panas karena memang dia mengalaminya sendiri dengan menyentuh api tersebut dan memperoleh pengalaman yang kita sebut ‘panas’. Bagaimana kita tahu bentuk rupa jerapah? Tentu kita akan baru benar-benar tahu setelah melihatnya dengan mata kepala kita sendiri. Atau bagaimana kita mengetahui bahwa bunga melati itu wangi? Kita akan tahu pasti setelah mencium baunya. Pengetahuan-pengetahuan melalui indera tersebut akan disimpan dalam memori otak kita, dan dapat dikeluarkan pada saat dibutuhkan. Dengan kata lain, dengan menggunakan alat inderawi, kita akan memperoleh pengalaman yang menjadi pengetahuan kita kelak.
Contoh lain dalam kehidupan pribadi, misalnya kita melakukan sesuatu dengan tujuan tertentu dan ternyata apa yang kita lakukan tadi mengalami kegagalan atau tidak berhasil. Hal ini akan menjadi pelajaran bagi kita, agar saat kita akan mencoba melakukan hal itu kembali, kita tidak akan gagal karena sebelumnya kita sudah mengalami nya dan kita tidak akan jatuh dalam kesalahan yang sama. Pengalaman menjadi bermanfaat saat pengalaman itu berisi pembelajaran bagi seseorang. Contoh sederhananya, ketika kita belajar memasak, mungkin saat kita baru pertama kali mencoba masakan yang telah kita masak, masakan nya terasa terlalu asin, atau bahkan tidak ada rasa sama sekali, nah dari situ kita bisa belajar bagaimana menciptakan masakan yang enak sesuai dengan pengalaman yang telah didapat. 
2. Nativisme
Kata nativisme berasal dari bahasa Latin yang memiliki arti terlahir (Idris, 1987: 31). Dalam wikipedia bahasa Indonesia (wikipedia.org), dijelaskan bahwa nativisme adalah aliran pendidikan yang berpandangan bahwa keterampilan-keterampilan atau kemampuan-kemampuan tertentu bersifat alamiah atau sudah tertanam dalam otak sejak lahir. Dalam ilmu kebahasaan aliran nativis, Douglas Brow mengungkapkan bahwa istilah nativis diambil dari pernyataan dasar bahwa pemerolehan bahasa sudah ditentukan dari sananya, bahwa kita lahir dengan kapasitas genetik yang memengaruhi kemampuan kita memahami bahasa di sekitar kita, yang hasilnya adalah sebuah konstruksi sistem bahasa yang tertanam dalam diri manusia. Teori nativis dalam penerimaan bahasa pertama yang diungkapkan oleh Douglas Brow ini nampaknya tidak jauh berbeda dengan teori nativisme dalam pendidikan yang dipelopori oleh filosof Jerman Arthur Schopenhauer (1788-1860). Arthur Schopenhauer beranggapan bahwa faktor pembawaan yang bersifat kodrati tidak dapat diubah oleh alam sekitar ataupun pendidikan.
Dengan tegas Arthur Schaupenhaur menyatakan yang jahat akan menjadi jahat dan yang baik akan menjadi baik. Pandangan ini sebagai lawan dari aliran empirisme atau optimisme yaitu pendidikan pesimisme memberikan dasar bahwa suatu keberhasilan ditentukan oleh faktor pendidikan, ditentukan oleh anak itu sendiri. Lingkungan sekitar tidak ada, artinya sebab lingkungan itu tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Schaupenhaur juga berpendapat bahwa mendidik ialah membiarkan seseorang bertumbuh berdasarkan pembawaannya.
Jadi, menurut aliran ini, pengetahuan seseorang sepenuhnya dipengaruhi oleh pembawaan lahir dan gen yang diturunkan oleh kedua orang tua. Pendidikan yang diberikan haruslah disesuaikan dengan bakat dan pembawaan anak didik itu sendiri. Teori ini percaya bahwa lingkungan pendidikan maupun lingkungan sekitar yang telah direkayasa oleh orang dewasa tidak akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang pengetahuan manusia. Dengan kata lain aliran ini menekankan bahwa pemerolehan pengetahuan manusia hanya berasal dari dalam (internal).
Pembawaan lahir itu ada yang baik ada pula yang buruk. Manusia tumbuh dan berkembang membawa segala hal yang telah ia bawa sejak lahir. Dan apa yang mereka bawa tersebut, akan berkembang sesuai arahnya masing-masing. Sedangkan pendidikan tidak akan mempengaruhi apa-apa.
3.   Aliran Naturalisme
Naturalisme berasal dari bahasa Latin yaitu nature artinya alam, tabiat, dan pembawaan. Aliran ini dinamakan juga negativisme ialah aliran yang meragukan pendidikan untuk perkembangan seseorang karena dia dilahirkan dengan pembawaan yang baik. Ciri utama aliran ini ialah dalam mendidik seseorang kembalilah kepada alam agar pembawaan seseorang yang baik itu tidak di rusak oleh pendidik. Dengan kata lain pembawaan yang baik itu supaya berkembang secara spontan. Hampir senada dengan aliran Nativisme.
Menurut Ngalim Purwanto (2000:59) Pada hakikatnya semua anak (manusia) itu dilahirkan adalah baik. Pemikiran tersebut juga sependapat dengan Undang Ahmad (2013:147) yang menjelaskan dalam buku Filsafat Manusia bahwa sebagai makhluk spiritual yang sifat aslinya adalah berpembawaan baik. Bagaimana hasil perkembangannya yang kemudian sangat ditentukan oleh pendidikan yang diterimanya atau yang memengaruhinya. Jika pengaruh itu baik akan menjadi baiklah ia, akan tetapi jika pengaruh itu jelek akan jelek pula hasilnya. Jadi Aliran ini berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam (manusia dan lingkungan). sehingga kebaikan anak-anak yang diperoleh secara alamiah sejak saat kelahirannya itu dapat tampak secara spontan dan bebas.
Aliran ini mengusulkan perlunya permainan bebas kepada anak didik untuk mengembangkan pembawaan, kemampuan- kemampuannya, dan kecenderungan- kecenderungannya. Tetapi seperti telah diketahui, bahwa gagasan naturalisme yang menolak campur tangan pendidikan, sampai saat ini ternyata tidak terbukti, sebaliknya pendidikan makin lama makin diperlukan.
4.    Aliran Konvergensi
Konvergensi berasal dari bahasa Inggris dari kata convergenry, artinya pertemuan pada satu titik. Zahara Idris (1987:33) mengatakan bahwa aliran ini mempertemukan atau mengawinkan dua aliran yang berlawanan di atas antara nativisme dan empirisme. Perkembangan seseorang tergantung kepada pembawaan dan lingkungannya. Dengan kata lain pembawaan dan lingkungan mempengaruhi perkembangan seseorang. Pembawaan seseorang baru berkembang karena pengaruh lingkungan. Hendaknya pendidik dapat menciptakan lingkungan yang tepat dan cukup kaya atau beraneka ragam, agar pembawaan dapat berkembang semaksimal mungkin.
Menurut William Stern ahli ilmu jiwa sekaligus pelopor aliran konvergensi berbangsa Jerman ini mengatakan bahwa pembawaan dan lingkungan kedua-duanya menentukan perkembangan manusia. Akan tetapi, Ngalim Purwanto mengatakan dalam bukunya tentang pendapat W.Stern itu belum selesai. Dalam aliran ini terdapat dua aliran, yaitu aliran yang dalam hukum konvergensi ini lebih menekankan kepada pengaruh pembawaan daripada pengaruh lingkungan, dan di pihak lain mereka yang lebih menekankan pengaruh lingkungan atau pendidikan, sehingga belum tepat kiranya hal itu diperuntukkan bagi perkembangan manusia.
Maka dari itu Ngalim Purwanto (2000:61) memberikan saran dengan jelas kepada pendidik dalam mencari jalan untuk mengetahui pembawaan seseorang dan kemudian mengusahakan lingkungan atau pendidikan yang baik dan sesuai. Perkembangan manusia bukan hasil belaka dari pembawaan dan lingkungannya melainkan manusia harus diperkembangkan dan memperkembangkannya.
B.   Aliran pendidikan moderen
Aliran pendidikan moderen adalah
1.      Progresivisme
Progresivisme adalah gerakan pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan di sekolah berpusat pada anak (child-centered), sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru (teacher-centered) atau bahan pelajaran (subject-centered).
  • Tujuan pendidikan dalam aliran ini adalah melatih anak agar kelak dapat bekerja, bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja dengan otak dan hati. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan harusnya merupakan pengembangan sepenuhnya bakat dan minat setiap anak.
  • Kurikulum pendidikan Progresivisme adalah kurikulum yang berisi pengalaman-pengalaman atau kegiatan-kegiatan belajar yang diminati oleh setiap peserta didik (experience curriculum).
  • Metode pendidikan Progresivisme antara lain:
1.      Metode belajar aktif.
2.      Metode memonitor kegiatan belajar.
3.      Metode penelitian ilmiah
  • Pendidikan berpusat pada anak.
Pendidikan Progresivisme menganut prinsip pendidikan berpusat pada anak. Anak merupakan pusat adari keseluruhan kegiatan-kegiatan pendidikan. Pendidikan Progresivisme sangat memuliakan harkat dan martabat anak dalam pendidikan. Anak bukanlah orang dewasa dalam betuk kecil. Anak adalah anak, yang sangat berbeda dengan orang dewasa. Setiap anak mempunyai individualitas sendiri-sendiri, anak mempunyai alur pemikiran sendiri, anak mempunyai keinginan sendiri, mempunyai harapan-harapan dan kecemasan sendiri, yang berbeda dengan orang dewasa. Dengan demikian, anak harus diperlakukan berbeda dari orang dewasa.
2.      Esensialisme
Esensialisme modern dalam pendidikan adalah gerakan pendidikan yang memprotes gerakan progresivisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya/sosial. Menurut esensialisme nilai-nilai yang tertanam dalam nilai budaya/sosial adalah nilai-nilai kemanusiaan yang terbentuk secara berangsur-angsur dengan melalui kerja keras dan susah payah selama beratus tahun dan di dalamnya berakar gagasan-gagasan dan cita-cita yang telah teruji dalam perjalanan waktu. Peranan guru kuat dalam mempengaruhi dan mengawasi kegiatan-kegiatan di kelas.
Tujuan pendidikan dari aliran ini adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun, yang telah bertahan sepanjang waktu dan dengan demikian adlah berharga untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini diikuti oleh ketrampilan. Ketrampilan, sikap-sikap dan nilai yang tepat, membentuk unsur-unsur yang inti (esensial) dari sebuah pendidikan Pendidikan bertujuan untuk mencapai standar akademik yang tinggi, pengembangan intelek atau kecerdasan.
Metode pendidikan:
1.        Pendidikan berpusat pada guru (teacher centered).
2.        Peserta didik dipaksa untuk belajar.
3.        Latihan mental
Kurikulum berpusat pada mata pelajaran yang mencakup mata-mata pelajaran akademik yang pokok. Kurikulum sekolah dasar ditekankan pada pengembangan ketrampilan dasar dalam membaca, menulis, dan matematika.Sedangkan kurikulum pada sekolah menengah menekankan pada perluasan dalam mata pelajaran matematika, ilmu kealaman, serta bahasa dan sastra.
3.    Rekonstruksionalisme
Rekonstruksionalisme memandang pendidikan sebagai rekonstruksi pengalaman-pengalaman yang berlangsung terus dalam hidup. Sekolah yang menjadi tempat utama berlangsungnya pendidikan haruslah merupakan gambaran kecil dari kehidupan sosial di masyarakat
Sekolah-sekolah rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk melakukan perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat. Tujuan pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam skala global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
Kurikulum dalam pendidikan rekonstruksionalisme berisi mata-mata pelajaran yang berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan. Kurikulum banyak berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat manusia. Yng termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri, dan program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah.
4.   Perennialisme
Perennialisme adalah gerakan pendidikan yang mempertahankan bahwa nilai-nilai universal itu ada, dan bahwa pendidikan hendaknya merupakan suatu pencarian dan penanaman kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai tersebut. Guru mempunyai peranan dominan dalam penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di kelas. Menurut perennialisme, ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif. Jadi dengan berpikir, maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan. Penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal dan memahami faktor-faktor dan problema yang perlu diselesaikan dan berusaha mengadakan penyelesaian masalahnya.
·         Tujuan pendidikan: Diharapkan anak didik mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol seperti bahasa, sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan lain-lainnya, telah banyak memberikan sumbangan kepada perkembangan zaman dulu.
·         Kurikulum berpusat pada mata pelajaran dan cenderung menitikberatkan pada sastra, matematika, bahasa dan sejarah.
5.    Idealisme
Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk mengukur, mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
Para murid yang menikmati pendidikan di masa aliran idealisme sedang gencar-gencarnya diajarkan, memperoleh pendidikan dengan mendapatkan pendekatan (approach) secara khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai cara yang sangat penting. Para guru tidak boleh berhenti hanya di tengah pengkelasan murid, atau tidak mengawasi satu persatu muridnya atau tingkah lakunya. Seorang guru mesti masuk ke dalam pemikiran terdalam dari anak didik, sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama para anak didik. Guru jangan hanya membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul atau sekadar ledakan kecil yang tidak banyak bermakna.
Pola pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme berpusat dari idealisme. Pengajaran tidak sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan masyarakat, melainkan berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut paham idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk masyarakat, dan campuran antara keduanya.
Agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya, namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi.
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook. Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual.

C.     GERAKAN BARU PENDIDIKAN
1.      Paulo Freire (1921-1997)
Pendidikan menghadapi masalah sendiri merupakan formulasi filsafat Paulo Freire (1999: xiii). Sesuai premis Freire (juga premis Hegel dan Marx),refleksi dan aksi tidak dapat dijalankan secara sendiri-sendiri atau terpisah (Collins, 1999: 3). Bahwa tidakan (action) dan pikiran (reflection) akan menghasilkan kata (word) yang merupakan karya. Karya tersebut merupakan praksis atau pemaknaan manusia terhadap realitanya. Pendidikan sebagai hadap masalah merupakan model pendidikan yang berakar langsung dari situasi konkret yang mewakili reaksi para kaum pekerja (baik petani maupun buruh perkotaan). Pendidikan ini menjadikan dan sebab-sebabnya sebagai bahan renungan kaum tertindas,dan dari renungan itu akan muncul rasa wajib untuk terlibat dalam perjuangan bagi kebebasan mereka (Freire, 2000: 18).
Pendidikan ini bertujuan menggarap realitas manusia sehingga secara metodologis bertumpu diatas prinsip-prinsip aksi dan refleksi total,yakni bertindak untuk mengubah kenyataan yang menindas dan pada sisi simultan lainnya secara terus-menerus menumbuhkan kesadaran akan realitas dan hasrat untuk mengubah kenyataan yang menindas tersebut. Inilah makna dan hakikat praksis itu (Freire, 1999: xiii).
2.      Ivan Illich (1926-2002)
Illich dalam Martono (2010: 52) mengkritik keberadaan pendidikan melalui sekolah dikarenakan hal-hal berikut :
a.    Pendidikan melalui sekolah di zaman sekarang hanya memberikan isyarat bahwa anak tidak dapat hidup di masa depan jika tidak sekolah. Masyarakat mempercayai mitos bahwa sekolah (terutama sekolah formal) merupakan satu-satunya jalan menuju kehidupan yang sukses.
b.    Sesuatu yang bernilai tinggi adalah semua hal yang dipelajari di sekolah. Sesuatu tidak akan bernilai apa-apa jika tidak dipelajari di sekolah. Sekolah (formal) melakukan monopoli sebagai sumber ilmu bagi masyarakat sehingga masyarakat wajib “membeli” ilmu di sekolah.
3.      Piere Bourdieu (1930-2002)
Bourdieu mengemukakan bahwa pendidikan didirikan diatas kekuasaan. Hal itu akan tampak jelas apabila seorang peserta didik tidak mau atau menolak belajar. Pendidik adalah pemegang kekuasaan dalam proses pembelajaran di kelas. Kekuasaan diperoleh dari sumber,yaitu pertama dari pertimbangan budaya (cultural arbitrary) yang menerangkan bahwa ia berwenang untuk mengajar dan kedua,kesedian yang ada pada pihak peserta didik. Dengan demikian,didalam kelas peserta didik berkewajiban menerima hak pendidik untuk menerangkan apa yang harus dipelajari (Adiwikarta, 1988: 25).
D.     ALIRAN POKOK DI INDONESIA
Zaman usaha-usaha rakyat di lapangan pendidikan banyak memberikan warna pendidikan di Indonesia sampai sekarang. Pada masa ini lahir institusi-institusi pendidikan yang diprakarsai oleh tokoh-tokoh masyarakat atau organisasi masyarakat berbasis keagamaan atau nasionalis. Di antara tokoh-tokoh tersebut,yaitu R.A Kartini, R. Dewi Sartika, Rohana Kuddus, Muhammadiyah, Al Irsyad, Mathla’ul Anwar, Persatuan Ummat Islam, Ki Hadjar Dewantara (Taman Siswa), Persatuan Islam (Persis), Nahdlatul Ulama, Moh Syafie (INS), Pondok Modern Gontor Ponorogo, dan Jami’iyatul Wasliyah. Dan bagian ini akan diberikan sedikit gambaran tentang dua contoh,yaitu Ki Hadjar Dewantara (Perguruan Taman Siswa) dan INS Kayutanam.
1.    Taman Siswa
Pada tanggal 3 Juli 1922, Perguruan Kebangsaan Taman Siswa didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara di Yogyakarta. Terdapat pandangan-pandangan pendidikan dari Ki Hadjar Dewantara yang masih relevan dengan masa sekarang,tentu saja dengan konteks yang berbeda. Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan itu (termasuk pengajaran) bagi tiap-tiap bangsa berarti pemeliharaan guna mengembangkan benih turunan dari bangsa itu agar dapat berkembang dengan sehat lahir batin. Untuk itu,manusia-individu harus dikembangkan jiwa raganya dengan menggunakan segala alat pendidikan yang berdasarkan adat istiadat rakyat.
Sementara itu, dasar segala usaha di Taman Siswa,termasuk pendidikan, disebut dengan Panca Darma Taman Siswa. Dasar tersebut terdiri dari lima sila yang merupakan syarat mutlak. Kelima sila tersebut,yaitu kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan, kebangsaan, dan kemanusiaan.
Ki Hadjar Dewantara,mengatakan bahwa budaya bangsa sendiri harusnya dipakai sebagai petunjuk jalan untuk mencari penghidupan baru yang selaras dengan kodrat bangsa dan akan memberikan kedamaian dalam hidup. Dengan keadaban bangsa itu,bangsa ini pantas berhubungan bersama-sama dengan bangsa asing.
Pengaruh Ki Hadjar Dewantara dalam perkembangan pendidikan nasional sangat terasa. Selain sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia,beberapa konsep pendidikannya masih tetap dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Konsep pendidikan sebagai proses pembudayaan dipergunakan dalam Tap MPR No. II/MPR/1988. Semboyan Tut Wuri Handayani dijadikan moto Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Prinsip mengutamakan pemerataan pendidikan dijadikan dasar pembangunan pendidikan. Perlunya sistem pengajaran nasional dijadikan isi salah satu ayat dari pasal pendidikan dalam UUD 1945.
2.    INS (Indonesische Nederlandsche School)
Lain Ki Hadjar Dewantara, lain pula yang dikerjakan oleh Moh. Syafei (1896-1966) dengan INS (Indonesische Nederlandsche School) yang didirikan di Kayutanam pada tahun 1962.  Moh. Syafei menentang intelektualisme yang hanya mementingkan pembentukan akal saja. Manusia sebagai kesatuan jiwa raga, juga sebagai kesatuan individu dan anggota masyarakat hendaknya diperhatikan perkembangannya. Jadi, bukan hanya akalnya saja, melainkan pendidikan harus ditunjukkan untuk mencapai kepribadian yang selaras.
Pemikiran dan praktik pendidikan Moh. Syafei di INS Kayutanam sangat berarti bagi perkembangan pendidikan Indonesia selanjutnya. Pengaruh Moh. Syafei dalam perkembangan pendidikan Indonesia bahwa meskipun secara fisik INS Kayutanam telah tidak ada karena telah dibumihanguskan oleh aksi militer kolonial Belanda, cita-cita nasionalisme dalam pendidikan dan prinsip-prinsip sekolah kerja yang berorientasi pada pendidikan alam sekitar tidaklah turut hancur.
Cita-cita pengembangan jiwa kebangsaan masih tetap menjadi dasar acuan penyelenggaraan pendidikan Indonesia dewasa ini. Semangat prinsip-prinsip sekolah kerja yang berorientasi pada pendidikan alam sekitar , dalam batas-batas tertentu dicoba diterapkan. Misalnya dalam bentuk Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), Pendidikan Sistem Ganda (PSG), Sistem Belajar dengan Modul, dan sebagainya.
RP INS Kayutanam tahun 1926 memiliki 75 orang peserta didik yang terdiri atas dua kelas  (1A dan 1B) dengan bahasa pengantar bahasa Indonesia. Gedung sekolah RP INS Kayutanam dibangun sendiri oleh peserta didiknya sendiri tahun 1927 dan terbuat dari bambu beratap rumbia.
Muhammad Syafei melalui INS Kayutanam meyakinkan, seperti juga John Dewey,bahwa rekonstruksi pengalam dalam pendidikan harus diarahkan untuk mencapai efisiensi sosial. Dengan demikian, pendidikan harus merupakan suatu proses sosial. Tugas utama pendidikan menurut Kerschenteiner (Mudyahardjo, 2012: 318) adalah pengembangan warga negara yang baik, dan sekolah aktivitasnya berusaha mendidik warga negara yang berguna dengan jalan :
3.   Membimbing anak untuk bekerja menghidupi dirinya sendiri
4.   Menanamkan dalam dirinya gagasan bahwa setiap pekerjaan mempunyai tempatnya masing-masing dalam memberi pelayanan kepada masyarakat; dan
5.   Mengajarkan kepada anak bahwa melalui pekerjaannya, ia akan memberikan sumbangan dalam turut serta membantu masyarakat untuk kearah suatu kehidupan bersama yang lebih sempurna.

BAB III
PENUTUP

A.   KESIMPULAN
Pemikiran tentang pendidikan sejak dulu, kini dan masa yang akan datang terus berkembang. Hasil-hasil dari pemikiran itu disebut aliran atau gerakan baru dalam pendidikan. Aliran/gerakan tersebut mempengaruhi pendidikan di seluruh dunia, termasuk pendidikan di Indonesia. Dari aliran-aliran pendidikan di atas kita tidak bisa mengatakan bahwa salah satu adalah yang paling baik. Sebab penggunaannya disesuaikan dengan tingkat kebutuhan, situasi dan kondisinya pada saat itu, karena setiap aliran memiliki dasar-dasar pemikiran sendiri. Aliran-aliran pendidikan baru yang berkembang sebenarnya adalah pengembangan dari keempat aliran-aliran klasik yang ada yaitu, (1) aliran empirisme, (2) aliran nativisme, (3) aliran naturalisme, dan (4) aliran konvergensi. Pada dasarnya aliran-aliran pendidikan kritis mempunyai kesamaan ialah pemberdayaan individu. Inilah inti dari masyarakat pedagogi. Sudah tentu aliran-aliran pedagogi di atas mempunyai keterbatasan.

DAFTAR RUJUKAN
Brow, H. Douglas. 2008. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa. Jakarta: Kedutaan Besar Amerika Serikat.
Husaini, Adian at. al.. 2013. Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam. Depok:         Gema Insani.
Idris, Zahara. 1987. Dasar-dasar Kependidikan. Padang: Angkasa Raya Padang
Purwanto, M. Ngalim. 2000. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Bandung: PT   Remaja Rosdakarya Offset.
Soejono, Ag. 1987. Aliran Baru dalam Pendidikan Bagian ke-1. Bandung: C.V.    Ilmu.
Sukarjo, M., dan Ukim Komarudin. 2010. Landasan Pendidikan Konsep dan         Aplikasinya. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Swandika, Agung. 2011. Aliran Nativisme. 
Triwiyanto, Teguh. 2015. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Tirtarahardja, Umar. 2012. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.



0 komentar:

Posting Komentar